Selasa, 07 Oktober 2008

MEMBACA MASA LALU

“Aku sudah melepaskanmu, dayang,”
katanya ketika membaca Skenario tebal
sehabis merapikan Nostradamus.

Tampaknya dia kehabisan daya setelah
bergumul dengan sejumlah kesengsaraan.

Hari ini adalah hari menjelajah kembali
jalanan kemarin. Ada yang ingin diubahnya
malam berkabut penuh angin serta pikiran
amat lelah.

Engkau barangkali juga berkemas membuang
serpihan demi serpihan kegelisahan dan
akal sehat. Pantai ataukah daun-daun cemara
itu yang tengah mengusik masa lalunya.

“Aku telah berganti rupa sejak kubaca
kembali puisi-puisi dari rahimmu,”
dia meyakinkan jemarinya yang terus-menerus
gemetar bila membayangkan helai rambut
berjatuhan.

“Masa lalu itu,” barangkali
Nostradamus yang membisikinya,
“apakah senantiasa berulang
dan menciptakan ketakutan baru?”

Palembang, November 2001

TENTANG SAYA

Nurhayat Arif Permana

Lahir 23 Oktober 1969, menyelesaikan studi formalnya di Fakultas Hukum Unsri tahun 1994. Menjadi penulis sejak karya-karya sastranya dimuat di majalah nasional di usia 15 tahun. Awalnya menulis cerpen, puisi, naskah dan novel dan dimuat di beberapa koran lokal dan nasional. Beberapa sudah dibukukan dalam antologi puisi Ghirah (1992), Dari Bumi Lada (1997) Lagu Putih Pulau Hijau (2000). Namanya tercatat dalam Direktori Penulis di Indonesia (1997) dan Buku Pintar Kesusastraan (2001) yang diterbitkan Kompas. Diundang menjadi peserta Majelis Sastra Asia Tenggara (2002) dan Dewan Kesenian Jakarta (2005).

Di bidang penelitian demokrasi dan politik sejak ikut penelitian atas biaya Ford Foundation Democracy Practice in South Sumatra (1999) selama tiga tahun. Penelitian perilaku demokrasi bersama Perkumpulan Demos (2004). Practice in South Sumatra (1999) selama satu tahun dan dilanjutkan kembali sampai 2003. Sementara penelitian antropologi dilakukannya melalui makalah yang dipresentasikan dalam panel tentang ‘Konflik sekitar Proses Devolusi Kekuasaan Ekonomi dan Politik’ pada Simposium Internasional Jurnal Antropologi Indonesia ke 2: Globalisasi Kebudayaan Lokal: Suatu Dialektika Menuju Indonesia Baru (2003). Makalah ini dimuat dalam Jurnal Antropologi Indonesia. (Agustus 2003)

Sebagai wartawan, pernah bergabung dengan Sriwijaya Pos (1997-1999) dan Bangka Pos (2000-2002). Kini menjadi freelancer, mendirikan Tavern Artwork sebagai konsultan media, mengelola beberapa majalah internal dan Tabloid seperti Cerah (Bank Sumsel), Perkonomian dan Perbankan Kinerja (Bank Sumsel), Besemah (Pemkot Pagaralam) dan Agrimedia (MAI) dan Info Sumsel (Pemprov Sumsel). Juga mengerjakan beberapa desain grafis

Minggu, 05 Oktober 2008

AKU INGIN

Aku ingin berteriak, kau bilang aku gila

Aku ingin menangis, kau kata aku cengeng

Aku ingin berlari, kau tuduh aku pengecut

Aku ingin diam dalam keheningan suasana

Kau sebut aku romantis melankolis.

Habis,

Apakah dunia sudah demikian sempit?

Hanya untuk menterjemahkan satu persoalan hati

Selalu kau anggap bernuansa politis!

Pangkalpinang, 2000

Kamis, 25 September 2008

testing testing